ZAKAT
DAN INFAK
ZAKAT
Zakat
menurut bahasa artinya adalah “berkembang” (an namaa`) atau “pensucian” (at
tath-hiir). Adapun menurut syara’, zakat adalah hak yang telah ditentukan
besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu (haqqun
muqaddarun yajibu fi amwalin mu’ayyanah) (Zallum, 1983 : 147).
"Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. Al-Baqarah 2:195)
"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Q.S.Al Hasyr 59:7)
Zakat adalah nama bagi sejumlah harta
tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan
tertentu pula.
Setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (at-Taubah: 103, dan ar-Rum: 39).
Dengan
perkataan “hak yang telah ditentukan besarnya” (haqqun muqaddarun), berarti
zakat tidak mencakup hak-hak –berupa pemberian harta– yang besarnya tidak
ditentukan, misalnya hibah, hadiah, wasiat, dan wakaf. Dengan perkataan “yang
wajib (dikeluarkan)” (yajibu), berarti zakat tidak mencakup hak yang sifatnya
sunnah atau tathawwu’, seperti shadaqah tathawwu’ (sedekah sunnah). Sedangkan
ungkapan “pada harta-harta tertentu” (fi amwaalin mu’ayyanah) berarti zakat
tidak mencakup segala macam harta secara umum, melainkan hanya harta-harta
tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan nash-nash syara’ yang khusus,
seperti emas, perak, onta, domba, dan sebagainya.
Persyaratan harta yang wajib
dizakatkan itu:
1. Harta itu dikuasai secara penuh
dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau
pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau
kemudian disimpan. Di
luar itu, seperti hasil korupsi, kolusi, suap, atau
perbuatan tercela lainnya, tidak sah dan tak akan diterima
zakatnya. HR Muslim,
Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT tidak akan menerima zakat/sedekah dari
harta yang ghulul (didapatkan dengan cara batil).
2. Harta yang berkembang jika
diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta
perdagangan,
peternakan, pertanian, deposito mudharabah, usaha bersama, obligasi, dan lain
sebagainya.
3. Telah mencapai nisab, harta itu
telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya, untuk hasil pertanian telah
mencapai
jumlah 653 kg, emas/perak telah senilai 85 gram emas, perdagangan telah
mencapai nilai 85
gram emas, peternakan sapi telah mencapai 30 ekor, dan
sebagainya.
4. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya
4. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya
yang menjadi tanggungan nya untuk kelangsungan
hidupnya.
5. Telah mencapai satu tahun (haul)
untuk harta-harta tertentu, misalnya perdagangan. Akan tetapi, untuk
tanaman
dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya (Q.S. Al-An'am: 141).
INFAK
Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti ’mengeluarkan sesuatu
(harta) untuk kepentingan sesuatu’.
Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya (lihat QS Al-Anfal:36). Sedangkan menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.
Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya (lihat QS Al-Anfal:36). Sedangkan menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.
Bagaimana
kaitan atau perbedaan definisi zakat ini dengan pengertian infaq? Al Jurjani
dalam kitabnya At Ta’rifaat menjelaskan bahwa infaq adalah penggunaan harta
untuk memenuhi kebutuhan (sharful maal ilal haajah) (Al Jurjani, tt : 39).
Dengan demikian, infaq mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding zakat. Dalam
kategorisasinya, infak dapat diumpamakan dengan “alat transportasi” –yang
mencakup kereta api, mobil, bus, kapal, dan lain-lain– sedang zakat dapat
diumpamakan dengan “mobil”, sebagai salah satu alat transportasi.
Maka
hibah, hadiah, wasiat, wakaf, nazar (untuk membelanjakan harta), nafkah kepada
keluarga, kaffarah (berupa harta) –karena melanggar sumpah, melakukan zhihar,
membunuh dengan sengaja, dan jima’ di siang hari bulan Ramadhan–, adalah
termasuk infaq. Bahkan zakat itu sendiri juga termasuk salah satu
kegiatan infak. Sebab semua itu merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan, baik
kebutuhan pihak pemberi maupun pihak penerima.
Dengan
kata lain, infaq merupakan kegiatan penggunaan harta secara konsumtif –yakni
pembelanjaan atau pengeluaran harta untuk memenuhi kebutuhan– bukan secara
produktif, yaitu penggunaan harta untuk dikembangkan dan diputar lebih lanjut
secara ekonomis (tanmiyatul maal).
Dalam Al Quran terdapat dalil
ayat yang menjadi dasar hukum bagi orang iman untuk membela agama Allah dengan
hartanya (berinfak), sebagai berikut ini :
“dan belanjakanlah harta
bendamu di jalan Allah, dan janganlah menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah senang kepada orang2
berbuat baik” (Al Baqarah 195)
“sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang iman yaitu diri dan harta mereka dengan memberikan surga
kepada mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau
terbunuh. Itulah janji yang benar dari Allah dalam kitab Taurat, Injil, dan Al
Quran. Dan siapakah yang lebih menetapi janjinya daripada selain Allah ? maka
bergembiralah dari jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan
yang besar” (At Taubah 111)
“sesungguhnya orang-orang
beriman adalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan berjuang dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah. Mereka itulah orang2 yang benar” (Al Hujarat 15)
Berjalannya waktu, Allah
memberikan cobaan keimanan kepada orang muslim dalam menetapi pembelaan harta .
Ada sebagian (oknum) orang-orang munafikun dalam umat muslim yang meragukan
keabsahan hukum Infak dan mereka berusaha menghalangi diri mereka sendiri dan
berusaha menghasut orang Muslim untuk tidak melaksanakan pembelaan harta infak
.
(Orang-orang munafik itu)
yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain
sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah
akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (At
Taubah 79)
dari Abdurrahman bin Abu Lubabah
bahwa Abu Lubabah telah mengabari kepadanya Rasulullah SAW, Abu Lubabah berkata
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya di antara bukti dari tobatku adalah
meninggalkan kaumku dan tinggal di dekatmu, serta memberikan sebagian hartaku
sebagai sedekah kepada Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda “Cukup bagimu mensedekahkan (infak) sepertiga dari hartamu”(HR
Sunan Darimi no 1599)………..berkata Abu Lubabah, “sesungguhnya diantara
dari bukti tobatku adalah aku tinggalkan negeri kaumku yg karenanya aku
melakukan dosa dan melepas sebagian dari hartaku semua sebagai sedekah”
Nabi Muhammad SAW bersabda, “cukup bagimu melepaskan sepertiga dari
hartamu” (HR Sunan Abu Daud 2885)
PERBEDAAN ZAKAT DAN INFAK
1. Jika
zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap
orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di
saat lapang maupun sempit ( QS. Ali Imran:134).
2. Jika zakat harus diberikan pada mustahik
tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada
siapapun juga, misalnya
untuk kedua orangtua, anak yatim, dan sebagainya (Q.S. Al-Baqarah: 215).
3. Jika
zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu (8 golongan) maka infak boleh
diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim,
dan sebagainya ( QS. Al-Baqarah:215).
4.
Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang
berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit
(Q.S Ali Imran: 134).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar